Geography One Earth for life

Selasa, 28 Oktober 2008

GEMPA BUMI

Pendahuluan

Pagi itu tanggal 26 Desember 2004 sekitar jam 07.59 WIB Susanto baru selesai sarapan pagi di sebuah hotel di Banda Aceh . Tiba tiba lantai terasa bergetar dan terdengar suara gaduh, bergemuruh, wajah setiap orang tegang, terdengar suara “gempa….gempa….!!!”, teriak Haris petugas hotel.
Hotel mulai bergoyang keras, Susanto ingin keluar melalui lift, ternyata lift ambrol lepas dengan mengeluarkan suara “Buummm…….”
Santoso berhasil keluar bersama tamu-tamu hotel lainnya melalui tangga, hotel miring lalu ambruk. Santoso menghindar jauh dari hotel tersebut dan selamat.



Sebelum kita mengetahui bahaya yang ditimbulkan oleh gempa bumi, terlebih dahulu kita harus mengetahui apa itu gempa bumi, proses terjadinya dan daerah-daerah yang rawan gempa bumi.

Gempa bumi adalah suatu peristiwa pelepasan energi gelombang seismik secara tiba tiba diakibatkan oleh adanya deformasi lempeng tektonik yang terjadi pada kerak bumi. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar : Patahan lempeng kerak bumi saat terjadi gempa bumi.
Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika

ROSES KEJADIAN

Bumi kita walaupun padat, selalu bergerak, dan gempa bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat di tahan oleh lempeng tektonik tersebut. Proses pelepasan energi berupa gelombang elastis yang disebut gelombang seismik atau gempa yang sampai ke permukaan bumi dan menimbulkan getaran dan kerusakan terhadap benda benda atau bangunan di permukaan bumi. Besarnya kerusakan tergantung dengan besar dan lamanya getaran yang sampai ke permukaan bumi. Selain itu juga tergantung dengan kekuatan struktur bangunan.
Para ahli gempa mengklasifikasikan gempa menjadi dua katagori, gempa intra lempeng (intraplate) dan antar lempeng ( interplate). Gempa intraplate adalah gempa yang terjadi di dalam lempeng itu sendiri, sedangkan gempa interplate terjadi di batas antar dua lempeng .
Sebenarnya gempa bumi terjadi setiap hari, namun kebanyakan tidak terasa oleh manusia , hanya alat seismograph saja yang dapat mencatatnya dan tidak semuanya menyebabkan kerusakan . Di Indonesia gempa merusak terjadi 3 sampai 5 kali dalam setahun.
Proses terjadinya gempa bumi dapat dilihat dari penyebab utama terjadinya gempa bumi. Ada 5 (lima) jenis gempa bumi yang dapat dibedakan menurut terjadinya, yaitu:

  1. Gempa Tektonik
  2. Gempa Vulkanik
  3. Gempa Runtuhan
  4. Gempa Jatuhan
  5. Gempa Buatan

Gempa Tektonik

Seperti diketahui bahwa kulit bumi terdiri dari lempeng lempeng tektonik yang terdiri dari lapisan lapisan batuan. Tiap tiap lapisan memiliki kekerasan dan massa jenis yang berbeda satu sama lain. Lapisan kulit bumi tersebut mengalami pergeseran akibat arus konveksi yang terjadi di dalam bumi.

Gambar Proses Terjadinya Gempa Tektonik


a.
    Sesar aktif bergerak sedikit demi sedikit kearah yng saling berlawanan Pada tahap ini terjadi akumulasi energi elastis.






b.
    Pada tahap ini mulai terjadi deformasi sesar, karena energi elastis makin besar.






c.
    Pada tahap ini terjadi pelepasan energi secara mendadak sehingga terjadi peristiwa yang disebut gempa bumi tektonik.






d.
    Pada tahap ini sesar kembali mencapai tingkat keseimbangannya kembali. Pergeseran ini kian lama menimbulkan energi-energi stress yang sewaktu waktu terjadi pelepasan energi yang mendadak. Peristiwa inilah yang disebut gempa tektonik yaitu peristiwa pelepasan energi secara tiba-tiba di dalam batuan sepanjang sesar atau patahan seperti terlihat dalam gambar.






Gempa Vulkanik

Sesuai dengan namanya gempa vulkanik atau gempa gunung api merupakan peristiwa gempa bumi yang disebabkan oleh tekanan magma dalam gunung berapi. Gempa ini dapat terjadi sebelum dan saat letusan gunung api. Getarannya kadang-kadang dapat dirasakan oleh manusia dan hewan sekitar gunung berapi itu berada. Perkiraaan meletusnya gunung berapi salah satunya ditandai dengan sering terjadinya getaran-getaran gempa vulkanik.

Gempa Runtuhan

Gempa runtuhan atau terban merupakan gempa bumi yang terjadi karena adanya runtuhan tanah atau batuan. Lereng gunung atau pantai yang curam memiliki energi potensial yang besar untuk runtuh, juga terjadi di kawasan tambang akibat runtuhnya dinding atau terowongan pada tambang-tambang bawah tanah sehingga dapat menimbulkan getaran di sekitar daerah runtuhan, namun dampaknya tidak begitu membahayakan. Justru dampak yang berbahaya adalah akibat timbunan batuan atau tanah longsor itu sendiri.

Gempa Jatuhan

Bumi merupakan salah satu planet yang ada dalam susunan tata surya. Dalam tata surya kita terdapat ribuan meteor atau batuan yang bertebaran mengelilingi orbit bumi. Sewaktu-waktu meteor tersebut jatuh ke atmosfir bumi dan kadang-kadang sampai ke permukaan bumi. Meteor yang jatuh ini akan menimbulkan getaran bumi jika massa meteor cukup besar. Getaran ini disebut gempa jatuhan, namun gempa ini jarang sekali terjadi.


Zona Gempa

Zona Gempa Dunia

Zona gempa dunia terbagi atas dua jalur, yaitu Jalur Circum Pasifik dan Jalur Mediteranian.
Jalur Circum Pasifik adalah jalur wilayah dimana banyak terjadi gempa-gempa dalam dan juga gempa- gempa besar yang dangkal. Jalur ini terbentang mulai dari Sulawesi, Filipina , Jepang, dan kepulauan Hawai

Jalur Mediteranian adalah jalur wilayah dimana banyak terjadi gempa-gempa besar yang membentang dari benua Amerika, Eropah ,Timur Tengah, India , Sumatera, Jawa dan Nusa Tenggara.

Pada jalur inilah sering terjadi gempa-gempa tektonik dan juga vulkanik seperti pada gambar di bawah ini.

Sedangkan zona gempa di Indonesia dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa kepulauan Indonesia merupakan daerah rawan gempa tektonik. karena dilewati jalur gempa Mediteran dan Circum Pasifik .

Dampak Gempa

Dalam tulisan ini hanya memuat dampak dari gempa tektonik, karena tipe gempa teknonik adalah tipe gempa yang sering membahayakan jiwa dan raga manusia, juga kerugian harta benda. Ada dua dampak gempa tektonik yang berbahaya, yaitu dampak primer dan dampak skunder. Berikut adalah penjelasan dan contoh dari dampak gempa tektonik:

Dampak Primer

Dampak primer yaitu getaran gempa itu sendiri yang sampai ke permukaan bumi dan kalau getarannya cukup besar dapat merusak bangunan dan infra struktur lainnya seperti jalan dan jembatan , rel kereta api, bendungan dan lain lain, sehingga menimbulkan korban jiwa dan kerugian harta benda.

Beberapa contoh gambar dampak primer gempa tektonik:

Gempa di Kobe, Jepang bulan Januari 1995 merusak jalan kereta api express yang menghubungkan Kobe dan Osaka. Lebih dari 6400 orang meninggal.

Gempa dengan kekuatan 6.7 Skala Richter merobohkan jalan bebas hambatan di Los Angeles pada bulan Januari 1994.

Dampak Skunder
Dampak sekunder yaitu terjadi tsunami, tanah yang menjadi cairan kental (liquefaction), kebakaran , penyakit dan sebagainya.
Contoh dampak sekunder dalam gambar:

Gelombang Tsunami akibat gempa tektonik yang terjadi di Selat Sunda.
(Sumber: Microsoft ® Encarta ® Reference Library 2005. © 1993-2004 Microsoft Corporation. All rights reserved.)
Gelombang Tsunami akibat gempa tektonik yang terjadi di Selat Sunda.
(Sumber: Microsoft ® Encarta ® Reference Library 2005. © 1993-2004 Microsoft Corporation. All rights reserved.)

Kebakaran dapat terjadi setelah terjadinya gempa di Managua, Nicaragua tahun 1972
( Sumber: Encarta EncyclopediaCorbis Microsoft ® Encarta ® Reference Library 2005. © 1993-2004 Microsoft Corporation. All rights reserved.)

Liquefaction : Selama terjadi gempa di Nagata, Jepang, 1964 ,tanah berubah seolah olah menjadi cair sehingga bangunan yang ada di atasnya dapat tenggelam.
(Sumber:Dr. Walt Brown.Copyright © 1995–2006, Center for Scientific Creation. All rights reserved)



GLOBAL WARMING


Pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Berbagai literatur menunjukkan kenaikan temperatur global – termasuk Indonesia – yang terjadi pada kisaran 1,5–40 Celcius pada akhir abad 21.

Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb). Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial-ekonomi masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap permukiman penduduk, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e) peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit, dsb). Dalam makalah ini, fokus diberikan pada antisipasi terhadap dua dampak pemanasan global, yakni : kenaikan muka air laut (sea level rise) dan banjir.

Dampak Kenaikan Permukaan Air Laut dan Banjir terhadap Kondisi Lingkungan Bio-geofisik dan Sosial-Ekonomi Masyarakat.

Kenaikan muka air laut secara umum akan mengakibatkan dampak sebagai berikut : (a) meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, (b) perubahan arus laut dan meluasnya kerusakan mangrove, (c) meluasnya intrusi air laut, (d) ancaman terhadap kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, dan (e) berkurangnya luas daratan atau hilangnya pulau-pulau kecil.

Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir disebabkan oleh terjadinya pola hujan yang acak dan musim hujan yang pendek sementara curah hujan sangat tinggi (kejadian ekstrim). Kemungkinan lainnya adalah akibat terjadinya efek backwater dari wilayah pesisir ke darat. Frekuensi dan intensitas banjir diprediksikan terjadi 9 kali lebih besar pada dekade mendatang dimana 80% peningkatan banjir tersebut terjadi di Asia Selatan dan Tenggara (termasuk Indonesia) dengan luas genangan banjir mencapai 2 juta mil persegi. Peningkatan volume air pada kawasan pesisir akan memberikan efek akumulatif apabila kenaikan muka air laut serta peningkatan frekuensi dan intensitas hujan terjadi dalam kurun waktu yang bersamaan.

  • Kenaikan muka air laut selain mengakibatkan perubahan arus laut pada wilayah pesisir juga mengakibatkan rusaknya ekosistem mangrove, yang pada saat ini saja kondisinya sudah sangat mengkhawatirkan. Luas hutan mangrove di Indonesia terus mengalami penurunan dari 5.209.543 ha (1982) menurun menjadi 3.235.700 ha (1987) dan menurun lagi hingga 2.496.185 ha (1993). Dalam kurun waktu 10 tahun (1982-1993), telah terjadi penurunan hutan mangrove ± 50% dari total luasan semula. Apabila keberadaan mangrove tidak dapat dipertahankan lagi, maka : abrasi pantai akan kerap terjadi karena tidak adanya penahan gelombang, pencemaran dari sungai ke laut akan meningkat karena tidak adanya filter polutan, dan zona budidaya aquaculture pun akan terancam dengan sendirinya.
  • Meluasnya intrusi air laut selain diakibatkan oleh terjadinya kenaikan muka air laut juga dipicu oleh terjadinya land subsidence akibat penghisapan air tanah secara berlebihan. Sebagai contoh, diperkirakan pada periode antara 2050 hingga 2070, maka intrusi air laut akan mencakup 50% dari luas wilayah Jakarta Utara.
  • Gangguan terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang terjadi diantaranya adalah : (a) gangguan terhadap jaringan jalan lintas dan kereta api di Pantura Jawa dan Timur-Selatan Sumatera ; (b) genangan terhadap permukiman penduduk pada kota-kota pesisir yang berada pada wilayah Pantura Jawa, Sumatera bagian Timur, Kalimantan bagian Selatan, Sulawesi bagian Barat Daya, dan beberapa spot pesisir di Papua ; (c) hilangnya lahan-lahan budidaya seperti sawah, payau, kolam ikan, dan mangrove seluas 3,4 juta hektar atau setara dengan US$ 11,307 juta ; gambaran ini bahkan menjadi lebih ‘buram’ apabila dikaitkan dengan keberadaan sentra-sentra produksi pangan yang hanya berkisar 4 % saja dari keseluruhan luas wilayah nasional, dan (d) penurunan produktivitas lahan pada sentra-sentra pangan, seperti di DAS Citarum, Brantas, dan Saddang yang sangat krusial bagi kelangsungan swasembada pangan di Indonesia. Adapun daerah-daerah di Indonesia yang potensial terkena dampak kenaikan muka air laut diperlihatkan pada Gambar 1 berikut.
  • Terancam berkurangnya luasan kawasan pesisir dan bahkan hilangnya pulau-pulau kecil yang dapat mencapai angka 2000 hingga 4000 pulau, tergantung dari kenaikan muka air laut yang terjadi. Dengan asumsi kemunduran garis pantai sejauh 25 meter, pada akhir abad 2100 lahan pesisir yang hilang mencapai 202.500 ha.
  • Bagi Indonesia, dampak kenaikan muka air laut dan banjir lebih diperparah dengan pengurangan luas hutan tropis yang cukup signifikan, baik akibat kebakaran maupun akibat penggundulan. Data yang dihimpun dari The Georgetown – International Environmental Law Review (1999) menunjukkan bahwa pada kurun waktu 1997 – 1998 saja tidak kurang dari 1,7 juta hektar hutan terbakar di Sumatra dan Kalimantan akibat pengaruh El Nino. Bahkan WWF (2000) menyebutkan angka yang lebih besar, yakni antara 2 hingga 3,5 juta hektar pada periode yang sama. Apabila tidak diambil langkah-langkah yang tepat maka kerusakan hutan – khususnya yang berfungsi lindung – akan menyebabkan run-off yang besar pada kawasan hulu, meningkatkan resiko pendangkalan dan banjir pada wilayah hilir , serta memperluas kelangkaan air bersih pada jangka panjang.

Antisipasi Dampak Kenaikan Muka Air Laut dan Banjir melalui Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

Dengan memperhatikan dampak pemanasan global yang memiliki skala nasional dan dimensi waktu yang berjangka panjang, maka keberadaan RTRWN menjadi sangat penting. Secara garis besar RTRWN yang telah ditetapkan aspek legalitasnya melalui PP No.47/1997 sebagai penjabaran pasal 20 dari UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang memuat arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang negara yang memperlihatkan adanya pola dan struktur wilayah nasional yang ingin dicapai pada masa yang akan datang.

Pola pemanfaatan ruang wilayah nasional memuat : (a) arahan kebijakan dan kriteria pengelolaan kawasan lindung (termasuk kawasan rawan bencana seperti kawasan rawan gelombang pasang dan banjir) ; dan (b) arahan kebijakan dan kriteria pengelolaan kawasan budidaya (hutan produksi, pertanian, pertambangan, pariwisata, permukiman, dsb). Sementara struktur pemanfaatan ruang wilayah nasional mencakup : (a) arahan pengembangan sistem permukiman nasional dan (b) arahan pengembangan sistem prasarana wilayah nasional (seperti jaringan transportasi, kelistrikan, sumber daya air, dan air baku.

Sesuai dengan dinamika pembangunan dan lingkungan strategis yang terus berubah, maka dirasakan adanya kebutuhan untuk mengkajiulang (review) materi pengaturan RTRWN (PP 47/1997) agar senantiasa dapat merespons isu-isu dan tuntutan pengembangan wilayah nasional ke depan. (mohon periksa Tabel 3 pada Lampiran). Oleh karenanya, pada saat ini Pemerintah tengah mengkajiulang RTRWN yang diselenggarakan dengan memperhatikan perubahan lingkungan strategis ataupun paradigma baru sebagai berikut :

  • globalisasi ekonomi dan implikasinya,
  • otonomi daerah dan implikasinya,
  • penanganan kawasan perbatasan antar negara dan sinkronisasinya,
  • pengembangan kemaritiman/sumber daya kelautan,
  • pengembangan kawasan tertinggal untuk pengentasan kemiskinan dan krisis ekonomi,
  • daur ulang hidrologi,
  • penanganan land subsidence,
  • pemanfaatan jalur ALKI untuk prosperity dan security, serta
  • pemanasan global dan berbagai dampaknya.

Dengan demikian, maka aspek kenaikan muka air laut dan banjir seyogyanya akan menjadi salah satu masukan yang signifikan bagi kebijakan dan strategi pengembangan wilayah nasional yang termuat didalam RTRWN khususnya bagi pengembangan kawasan pesisir mengingat : (a) besarnya konsentrasi penduduk yang menghuni kawasan pesisir khususnya pada kota-kota pantai, (b) besarnya potensi ekonomi yang dimiliki kawasan pesisir, (c) pemanfaatan ruang wilayah pesisir yang belum mencerminkan adanya sinergi antara kepentingan ekonomi dengan lingkungan, (d) tingginya konflik pemanfaatan ruang lintas sektor dan lintas wilayah, serta (e) belum terciptanya keterkaitan fungsional antara kawasan hulu dan hilir, yang cenderung merugikan kawasan pesisir.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh ADB (1994), maka dampak kenaikan muka air laut dan banjir diperkirakan akan memberikan gangguan yang serius terhadap wilayah-wilayah seperti : Pantura Jawa, Sumatera bagian Timur, Kalimantan bagian Selatan, Sulawesi bagian Barat Daya, dan beberapa spot pada pesisir Barat Papua

Untuk kawasan budidaya, maka perhatian yang lebih besar perlu diberikan untuk kota-kota pantai yang memiliki peran strategis bagi kawasan pesisir, yakni sebagai pusat pertumbuhan kawasan yang memberikan pelayanan ekonomi, sosial, dan pemerintahan bagi kawasan tersebut. Kota-kota pantai yang diperkirakan mengalami ancaman dari kenaikan muka air laut diantaranya adalah Lhokseumawe, Belawan, Bagansiapi-api, Batam, Kalianda, Jakarta, Tegal, Semarang, Surabaya, Singkawang, Ketapang, Makassar, Pare-Pare, Sinjai. (Selengkapnya mohon periksa Tabel 1 pada Lampiran).

Kawasan-kawasan fungsional yang perlu mendapatkan perhatian terkait dengan kenaikan muka air laut dan banjir meliputi 29 kawasan andalan, 11 kawasan tertentu, dan 19 kawasan tertinggal. (selengkapnya mohon periksa Tabel 2 pada Lampiran).

Perhatian khusus perlu diberikan dalam pengembangan arahan kebijakan dan kriteria pengelolaan prasarana wilayah yang penting artinya bagi pengembangan perekonomian nasional, namun memiliki kerentanan terhadap dampak kenaikan muka air laut dan banjir, seperti :

  • sebagian ruas-ruas jalan Lintas Timur Sumatera (dari Lhokseumawe hingga Bandar Lampung sepanjang ± 1600 km) dan sebagian jalan Lintas Pantura Jawa (dari Jakarta hingga Surabaya sepanjang ± 900 km) serta sebagian Lintas Tengah Sulawesi (dari Pare-pare, Makassar hingga Bulukumba sepanjang ± 250 km).
  • beberapa pelabuhan strategis nasional, seperti Belawan (Medan), Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Mas (Semarang), Pontianak, Tanjung Perak (Surabaya), serta pelabuhan Makassar.
  • Jaringan irigasi pada wilayah sentra pangan seperti Pantura Jawa, Sumatera bagian Timur dan Sulawesi bagian Selatan.
  • Beberapa Bandara strategis seperti Medan, Jakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, dan Semarang.

Untuk kawasan lindung pada RTRWN, maka arahan kebijakan dan kriteria pola pengelolaan kawasan rawan bencana alam, suaka alam-margasatwa, pelestarian alam, dan kawasan perlindungan setempat (sempadan pantai, dan sungai) perlu dirumuskan untuk dapat mengantisipasi berbagai kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi.

Selain antisipasi yang bersifat makro-strategis diatas, diperlukan pula antisipasi dampak kenaikan muka air laut dan banjir yang bersifat mikro-operasional. Pada tataran mikro, maka pengembangan kawasan budidaya pada kawasan pesisir selayaknya dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa alternatif yang direkomendasikan oleh IPCC (1990) sebagai berikut :

  • Relokasi ; alternatif ini dikembangkan apabila dampak ekonomi dan lingkungan akibat kenaikan muka air laut dan banjir sangat besar sehingga kawasan budidaya perlu dialihkan lebih menjauh dari garis pantai. Dalam kondisi ekstrim, bahkan, perlu dipertimbangkan untuk menghindari sama sekali kawasan-kawasan yang memiliki kerentanan sangat tinggi.
  • Akomodasi ; alternatif ini bersifat penyesuaian terhadap perubahan alam atau resiko dampak yang mungkin terjadi seperti reklamasi, peninggian bangunan atau perubahan agriculture menjadi budidaya air payau (aquaculture) ; area-area yang tergenangi tidak terhindarkan, namun diharapkan tidak menimbulkan ancaman yang serius bagi keselamatan jiwa, asset dan aktivitas sosial-ekonomi serta lingkungan sekitar.
  • Proteksi ; alternatif ini memiliki dua kemungkinan, yakni yang bersifat hard structure seperti pembangunan penahan gelombang (breakwater) atau tanggul banjir (seawalls) dan yang bersifat soft structure seperti revegetasi mangrove atau penimbunan pasir (beach nourishment). Walaupun cenderung defensif terhadap perubahan alam, alternatif ini perlu dilakukan secara hati-hati dengan tetap mempertimbangkan proses alam yang terjadi sesuai dengan prinsip “working with nature”.

Sedangkan untuk kawasan lindung, prioritas penanganan perlu diberikan untuk sempadan pantai, sempadan sungai, mangrove, terumbu karang, suaka alam margasatwa/cagar alam/habitat flora-fauna, dan kawasan-kawasan yang sensitif secara ekologis atau memiliki kerentanan tinggi terhadap perubahan alam atau kawasan yang bermasalah. Untuk pulau-pulau kecil maka perlindungan perlu diberikan untuk pulau-pulau yang memiliki fungsi khusus, seperti tempat transit fauna, habitat flora dan fauna langka/dilindungi, kepentingan hankam, dan sebagainya.

Agar prinsip keterpaduan pengelolaan pembangunan kawasan pesisir benar-benar dapat diwujudkan, maka pelestarian kawasan lindung pada bagian hulu – khususnya hutan tropis - perlu pula mendapatkan perhatian. Hal ini penting agar laju pemanasan global dapat dikurangi, sekaligus mengurangi peningkatan skala dampak pada kawasan pesisir yang berada di kawasan hilir.

Kebutuhan Intervensi Kebijakan Penataan Ruang dalam rangka Mengantisipasi Dampak Pemanasan Global terhadap Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Dalam kerangka kebijakan penataan ruang, maka RTRWN merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dapat dimanfaatkan untuk dampak pemanasan global terhadap kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Namun demikian, selain penyiapan RTRWN ditempuh pula kebijakan untuk revitalisasi dan operasionalisasi rencana tata ruang yang berorientasi kepada pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan tingkat kedalaman yang lebih rinci.

Intervensi kebijakan penataan ruang diatas pada dasarnya ditempuh untuk memenuhi tujuan-tujuan berikut :

  • Mewujudkan pembangunan berkelanjutan pada kawasan pesisir, termasuk kota-kota pantai dengan segenap penghuni dan kelengkapannya (prasarana dan sarana) sehingga fungsi-fungsi kawasan dan kota sebagai sumber pangan (source of nourishment) dapat tetap berlangsung.
  • Mengurangi kerentanan (vulnerability) dari kawasan pesisir dan para pemukimnya (inhabitants) dari ancaman kenaikan muka air laut, banjir, abrasi, dan ancaman alam (natural hazards) lainnya.
  • Mempertahankan berlangsungnya proses ekologis esensial sebagai sistem pendukung kehidupan dan keanekaragaman hayati pada wilayah pesisir agar tetap lestari yang dicapai melalui keterpaduan pengelolaan sumber daya alam dari hulu hingga ke hilir (integrated coastal zone management).
  • Untuk mendukung tercapainya upaya revitalisasi dan operasionalisasi rencana tata ruang, maka diperlukan dukungan-dukungan, seperti : (a) penyiapan Pedoman dan Norma, Standar, Prosedur dan Manual (NSPM) untuk percepatan desentralisasi bidang penataan ruang ke daerah - khususnya untuk penataan ruang dan pengelolaan sumber daya kawasan pesisir/tepi air; (b) peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia serta pemantapan format dan mekanisme kelembagaan penataan ruang, (c) sosialisasi produk-produk penataan ruang kepada masyarakat melalui public awareness campaig, (d) penyiapan dukungan sistem informasi dan database pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang memadai, serta (e) penyiapan peta-peta yang dapat digunakan sebagai alat mewujudkan keterpaduan pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-kecil sekaligus menghindari terjadinya konflik lintas batas.
  • Selanjutnya, untuk dapat mengelola pembangunan kawasan pesisir secara efisien dan efektif, diperlukan strategi pendayagunaan penataan ruang yang senada dengan semangat otonomi daerah yang disusun dengan memperhatikan faktor-faktor berikut :
  • Keterpaduan yang bersifat lintas sektoral dan lintas wilayah dalam konteks pengembangan kawasan pesisir sehingga tercipta konsistensi pengelolaan pembangunan sektor dan wilayah terhadap rencana tata ruang kawasan pesisir.
  • Pendekatan bottom-up atau mengedepankan peran masyarakat (participatory planning process) dalam pelaksanaan pembangunan kawasan pesisir yang transparan dan accountable agar lebih akomodatif terhadap berbagai masukan dan aspirasi seluruh stakeholders dalam pelaksanaan pembangunan.
  • Kerjasama antar wilayah (antar propinsi, kabupaten maupun kota-kota pantai, antara kawasan perkotaan dengan perdesaan, serta antara kawasan hulu dan hilir) sehingga tercipta sinergi pembangunan kawasan pesisir dengan memperhatikan inisiatif, potensi dan keunggulan lokal, sekaligus reduksi potensi konflik lintas wilayah
  • Penegakan hukum yang konsisten dan konsekuen – baik PP, Keppres, maupun Perda - untuk menghindari kepentingan sepihak dan untuk terlaksananya role sharing yang ‘seimbang’ antar unsur-unsur stakeholders.

Kamis, 21 Agustus 2008

Pemasaran Hijau (Green Marketing)

Pemasaran Hijau adalah suatu cara pengiklanan yang mempromosikan kepekaan lingkungan kepada calon pembeli. Pada tahun 1990-an, sejumlah penelitian menyatakan bahwa bahwa pembeli lebih mneyukai produk berlabel "ramah lingkungan" dari pada yang tidak berlabel demikian. Di Amerika pada tahn1992, 62 persen penduduk yang di jajaki menyatakan bersedia membayar dengan harga yang lebih tinggi agar industri lebih baik melindungi lingkungan. Hal ini menyebabkan para pembuat barang konsumsi maupun perancang kemasan berupaya meningkatkan citra mereka di mata konsumen berkaitan dengn lingkungan hidup . Bebrapa produk menampilkan "label hijau", label untuk menunjukkkan bahwa produk tersebut ramah lingkungan. Diantaanya berbbunyi "ramah lingkngan", aman untk lingkngan", "ramah ozon", "hasil daur ulang", "dapat di daur ulang", dan "dapat di kompos".
Di sisi lain ada kerisauana penggunaan label hijau. Dengan semaakin banyaknya produk mencantumkan label tersebut hanya untuk menaruk simpati simpati konsumen, setalah di kaji ternyata pernyataan tersebut adalah bohong. Hal ini justru dapat menyesatkan konsumen. Setidaknya ada tiga hal yang biasa di lakukan untuk mengkaitaan perusahaan mereka dengan lingkungan. Pertama, dengan menonjolkan produkknya bagi lingkungan . Kedua, adalah mencitrakan perusahaan peduli terhadap lingkungan dengan kegiatan-kegiatan pokok perusaahaan tersebut, misalnya adalah iklan yang menunjukkan bagaimana perusaahaan tersebut mendaur ulang kemasan produknya dan menyumbangkan unga untuk program penanamana seribu pohon. Cara yang ketiga, adalah peryataan perusahaan tentang tanggung jawab terhadap lingkungan dalam proses produksi. Misalanya menonjolkan bagaimana mereka mereka telah melakukan inovasi dalam mengurangi limbah yang di hasilkan dari prses produksi. Namundemikian klaim yang di lakukan perusahaan tersebut perlu dipantau lebih lanjut.
Penggunaan simbol "buanglah sampah pada tempatnya" yang umum pada kemasan produk di Indonesia dapat dikatakan efektif tapi tidak menyentuh esensi yang sesungguhnya terhadap pelestarian lingkungan namin ini cukup kita hargai, di tengan kesadaran baik peruasahan/industri maupun masyarakat terhadap lingkungan yang masih rendah. permasalahan sesungguhnya adalah besarnya prioduksi samapah baik oleh industri maupun rumah tangga, jadi tidak cukup dengan membuang sampah pada tempatnya. Perusahaan harus berinovasi sebisa mungkin menciptakan produk yang tidak menghasilkan sampah (terutama kemasan produk) dan di ikuti pula oleh rumah tangga. Untk itu dalam penggunaan lebl hijau haruslah menggunakan pernyataan sejelas mungkin adan menyertakan acuan pembenaranan. Misalnya pernyataan "ramah lingkungan" akan lebih di benarkan dengan ungkapan "lebih sedikit kemasan yang harus di buang".
Permasalahan lain yang timbul dalam penggunaan label hijau . Dengan di kecamnya penggunaan kaleng aerosol dalam penggunanan produk spray yang dianggap dapat merusak ozon , maka perusahan mengganti hidrofluorokarbon dengan methylkluoroform. Selanjutnya dengan mengganti itu mereka mencantumkan label produknya "ramah ozon". Namun selama produk itu mengandung bahan-bahan yang mengancam ozon yang lain , seperti methylkluoroform pernyataan ini bisa menyesatkan. Perlu di catat bahwa methiylkluoroform memang jauh daya krng daya perusakannya pada lapisan ozon di bandingkan dengan CFC (cluorofluorokarbon). Selain itu adapula perusahaan yang menghilangkan bahan yang merusak lingkungan namun menggantinya dengan bahan yang merusak lingkungan dengan cara yang lain . Mereka hanya merubah ranah masalahnya dan bukan menghapusnya. Dalam aerosol senyawa organik yang mudah menguap (SOMM) dui gunakan untuk mengganti CFC. ternyata menrut beberapa peneliti SOMM dapat membantu terbentuknya kabut campur asap berketinggian rendah yang dapat membahayakan bagi kenaikan suhu global.
Beberapa produk menggunakan istilah "Recycled" atau "hasil daur ulang" untuk menunjukkan prodknya ramah terhadap lingkngan . Namun kita tidak tahu berapa persen dari sutu produk atau kemasan yang terbuat dari bahan yang daur ulang, dan memang tidak ada aturan untuk mencantumkan atau standar yang di tentukan. Hampir semua barang dapat di daur ulang dengan berbagai upaya dan uang yang cukup. Tetap yang benar-benar dapat di daur ulang adalah apakah dari segi ekonomi layak untuk di daur ulang. Permasalahannya adalah apakah kita memiliki instalasi pendaur ulang yang memadahi. Disini semua produk atau limbah produk baik yang dapat di daur ulang maupaun yang tidak dapat di daur ulang, berakhir sbagai samapah tanah uruk atau di bakar.
Memang benar bahwa pemasaran hijau dapat memutarbalikkan, menyesatkan, dan meremehkan permasalahan lingkungan. tetapi ada segi penting yang sangat sering di abaikan , yakni bahawa pemasaran hijau merupakan pertanda yang sangat baik. Para produsen dan pemasang iklan mengembangkan produk yang mereka upayakan untuk memenuhi keinginan masyarakat yang pedulia akan lingkungan. Semakain sering terjadinya pemasaran hijau meruupakan tolak ukur kepedulian masyarakat.

Minggu, 17 Agustus 2008

antara ilmu alam dan sosial

Pada awal pertumbuhan kesadaran manusia akan kebutuhan pengetahuan alam sebagai lingkungan yang senantiasa mempengaruhinya dalam kehidupan manusia serta beberbagai ancaman yang juga senantiasa mengancam kehidupan, yang selanjutnya disebut sebagai determisisme lingkungan.
Geografi tumbuh sebagai ilmu yang mendeskripsikan berbagai gejala alam baik kerena kesadaran manusia kebutuhan akan alam maupun kerana ancaman yang di timbulkannnya. Gegrafi kalasik selalu dikaitkan dengan berbagai mitos filosofis yang berbeda-beda di berbagia tempat di muka bumi. misalnya gempa orang jawa menganggap gempa di sebabbkan oleh naga antaboga yang hidup di bawah bumi bergeraki, orang jepang mengagap gempa di sebabkan oleh dewa Kashima yang lalai menjaga lele raksasa yang tinggal di bawah bumi. kemudian gunung meletus akan berhenti meletus jika kita melemparkan wanita cantik kedalam kepundan gunung. Itulah sekelumit mitos tentang berbagai fenomena geografi.
bersambung.................................

aslam.............
salam hormat buat pengunjung blog ini
buat yang ingin kenalan and ngobrol ma aku via pa ja boleh ...........
nama : dadang fajar getarrawam
ttl : pemalang, 27 juni 1984
alamat : ds. susukan rt.04/rw.02 kec.comal, kab. pemalang, jawa tengah.
hp/e mail : 085226776289/getarrawan@yahoo.co.id
hobbi : music, nonton bola, baca, nulis.
intersted : bola, seni, sastra, buku, desain grafis, geografi.
pengalaman organisasi:
1. wakil ketua badan penerbitan mhs geogrfi (BPMG) unnes.
2. ketua badan penerbitan mhs geogrfi (BPMG) unnes.
3. asisten usaha koperasi mahasiswa UNNES
4. ketua bidang usaha usaha koperasi mahasiswa UNNES
5. Forum ilmiah mahasiswa ilmu sosial UNNES.

Senin, 11 Agustus 2008

apa'an geografi?

asalam......
pertama saya ucapkan selamat datang di blog kami, maaf kalo masih terbatas isinya, abis baru di buat gitu....
tak kenal maka tak sayang, untuk itu alangkah baiknya saya perkenal kan diri dulu,
aku adalah yang buat blog ini namanya dadang fajar kalo mo lengkap belakangnya di tambah getarrawan.silakan sering berkunjung ke sini biar tambah kenal......
kenapa saya buat geo_cominity ini? semata mata kerana saya sangat interest dengan ilmu yang telah saya dalami kurang lebih hampir 5 tahun belakangan ini, dan saya terkesan dengan apa yang sdaya pelajari.......
Belajar geografi membuat kita akan berfikir lebih luas atas segala sesuatu...... dengan demikian kita tidak kakan terjebak dalam tempurung pikiran tengkorak kepala kita....
belajar geografi adalah menjelajah luasnya benua..........menyelami luasnya samudera............dan melayang melintasi bintang gemintang dan beribu benda angkasa di luasnya alam raya............menjadi bijak dalam bertindak karena kita bukan apa hidup di alam raya ini....kita adalah debu yang amat kecil yang melayang dalam rung kosmis yang teramat luas.....
itu adalah kekagumanan yang saya dapatkan dari geografi......
wasalam